Home Tentang Kami Kontak Kami Donasi E-Book

Renungan : Ibu Membawakan Tas Sekolah Anaknya

Penulis : Wilson Tjandinegara
Sering kita melihat seorang ibu yang membawakan tas sekolah dan botol minum anaknya. Ia mengikuti langkah sang anak yang kadang cepat, kadang berlari kecil sedangkan sang ibu bagaikan seorang pembantu yang mengikuti dari belakang. Setiap melihat keadaan yang demikian, rasanya seperti ada sesuatu dalam hatiku dan sulit untuk diungkapkan.


Tas tersebut mungkin agak berat, namun sebenarnya banyak anak yang dapat memikulnya sendiri, namun mengapa masih ada ibu yang tidak membiarkan anak mereka membawa sendiri tasnya? Seharusnya orang tua tidak membiarkan seorang anak sejak kecil berpikir bahwa hal seperti itu patut dan layak dilakukan bagi mereka. Ada sebuah ungkapan berbunyi: "Ayah / ibu yang terlalu bertanggungjawab". Ibu yang demikian kelak akan memikul "salib" anaknya bahkan setelah anak itu sudah dewasa.

Belakangan ini saya membaca sebuah artikel di koran Wen Hui terbitan Hongkong berjudul "Anak Puluhan Tahun di pinggir kaki Rok Ibunya" yang membahas masalah ini. Dalam artikel itu penulis menyatakan "Ketika orang tua menyayangi serta menjaga putra / putri mereka sejak kecil hingga besar, mereka seharusnya tidak lupa untuk mendidik serta meminta tanggung jawab anak-anak terhadap keluarga. Anakanak harus tahu membalas budi  dan dilatih kemampuan mereka agar mandiri serta bisa menaga diri sendiri. Jika orang tua terus melindungi anak-anak mereka seumur hidup, sesungguhnya yang mereka lakukan hanya merusak diri sendiri maupun anak mereka".

Sebenarnya, cinta paling mulia di dunia ini tiada lain adalah cinta orang tua terhadap anaknya. Namun dalam banyak kasus, cinta yang terlalu banyak membuat anak jadi manja dan merusak anak. Dalam beberapa waktu kemudian, orang tua harus membayar mahal atas perbuatannya. Oleh sebab itu, orang tua yang bijaksana ketika melihat anaknya jatuh, mereka akan membiarkan anak berusaha bangkit sendiri. Hal ini diperlukan untuk melatih mereka terbiasa dengan semangat berjuang.

Sejak kecil orang tua melatih anak agar mandiri. Segala sesuatu yang dapat anak lakukan ya biar mereka lakukan sendiri. Pepatah Tiongkok menyatakan: "Ibu yang terlalu menyayangi seringkali berakibat merusak anak". Pernyataan ini mengandung kebenarannya yang tak dapat dipungkiri.




Berikut ini sebuah kisah nyata yang saya saksikan sewaktu meliputi berita di Pontianak. Di sebelah hotel saya menginap ada sebuah warung kopi dan saya sering minum kopi di sana. Saya  berkenalan dengan pemilik warung kopi, seorang encek (paman) berusia 60-an yang sudah beruban. Ia punya seorang anak tunggal berusia 30-an dan masih lajang. Konon, anak ini sejak kecil sudah dimanja oleh ibunya. Anak ini terbiasa bangun siang menjelang makan siang, malam hari main game atau internetan hingga subuh. Celakanya, karena kalah judi bola di internet, hutang anak itu mencapai ratusan juta. Sehingga terpaksa ayahnya harus membantu mencicilnya dan ini akan berjalan beberapa tahun lagi.

Namun anehnya, suatu ketika kebetulan saya bertemu anak itu saat sedang  minum kopi, ia sedang berbincang dengan seorang temannya sambil merokok dan sesekali terdengar tawanya, seakan anak itu tanpa dosa, padahal ia telah membuat orang tuanya sengsara. Sedangkan si encek yang usianya sudah senja seharusnya tidak perlu lagi banting tulang dan cukup menikmati hari tuanya. Namun apa boleh buat, ia masih harus bekerja ektra selama beberapa tahun ke depan. Jangankan membalas budi, sudah dewasa pun anak itu masih menggerogoti orang tuanya, benar-benar sebuah tragedi keluarga!.

print this page Print this page

1 komentar:

  1. Ibu Membawakan Tas Sekolah Anaknya itu memanjakan anak, bukan mendidik. Mungkin biar dianggap sayang anak oleh orang-orang yang lihat atau mau pamer bahwa dia sayang anak, entahlah.

    Yang pasti di kemudian hari maka hal-hal seperti itu akan merusak, baik kehidupan si anak maupun orang tuanya.

    Sayang dan memanjakan itu berbeda.

    IMHO (In My Humble Opinion) lho ya..... Hehehe....

    BalasHapus

TERIMA KASIH